Proses rekrutmen serta penempatan Pegawai Tidak tetap (PTT) di Dinas Kesehatan (Dinkes) Banten diduga bermasalah. Selain calon PTT harus membayar lebih dari Rp 5 juta, juga ada PTT yang ditempatkan di RSUD Malingping. Sumber terpercaya INDOPOS yang juga orang dalam Dinkes Banten yang enggan disebutkan namanya mengatakan, PTT yang dimaksud adalah bidan dan perawat.
Sejak 2008 hingga 2010, Dinkes Banten merekrut kurang lebih 200 orang PTT untuk ditempatkan di puskesmas. Honor PTT dibebankan kepada APBD Provinsi Banten. ”Namun, ada oknum yang memasang tarif bagi mereka yang hendak menjadi PTT. Nilainya di atas Rp 5 juta. Bahkan ada PTT yang ditempatkan di RSUD Malingping. Itu jelas menyalahi aturan kepegawaian,” terangnya.
Sumber itu juga mengatakan, honor PTT itu Rp 1.452.500. Sedangkan PTT untuk daerah terpencil ditambah insentif Rp 1,5 juta. ”Jadi ditambah honor tadi, kira-kira PTT mendapatkan Rp 2,9 juta sebulan,” cetusnya.
Dia menjelaskan, sejak 2010, Dinkes Banten memang tidak lagi merekrut PTT. Karena kewenangan penerimaan PTT diambil alih Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI yang honornya dibebankan kepada APBN. ”Kalau jumlah PTT pusat itu sekarang mencapai 400 orang. Dinkes Banten hanya sebatas mengusulkan,” ucapnya.
Aturannya, PTT itu dikontrak selama 3 tahun dan bisa diperpanjang dua kali. Jadi seluruhnya 9 tahun. Dia juga mengaku menyesalkan praktik pungutan bagi PTT itu. ”Itu yang selama ini tidak pernah terungkap. Saya bisa membuktikan banyak bidan atau perawat yang mengalami pungli. Tapi memang untuk pembuktiannya susah,” cetusnya lagi.
Dikonfirmasi INDOPOS, Sekretaris Dinkes Banten dr Drajat Ahmad Putra membantah adanya praktik pungutan bagi calon PTT serta penempatan PTT di rumah sakit. ”Siapa orang yang memasang tarif bagi calon PTT itu? Sebutkan saja namanya. Setahu saya tidak ada. Tidak mungkin PTT bidan ditempatkan di rumah sakit. Mungkin itu hanya isu,” ungkapnya. Dia memastikan, tidak ada PTT yang ditempatkan di rumah sakit.
”Kalau pindah itu ada prosedur administrasinya dari kepala dinkes kabupaten/kota. Proses rekrutmen PTT juga melalui test di setiap kabupaten/kota. Hasilnya dilaporkan ke Dinkes Banten untuk diteruskan ke pusat. Mengenai penempatan PTT di rumah sakit silahkan konfirmasi langsung ke direktur rumah sakitnya, biar jelas. Tapi saya pastikan tidak ada,” ucapnya juga.
Ketua Komisi V DPRD Banten Media Warman prihatin jika benar informasi itu valid. Selaku mitra kerja Dinkes Banten, Komisi V belum bisa bersikap sebelum ada keterangan resmi. ”Kalau ada yang tidak benar dan sesuai aturan, saya setuju untuk diproses hukum. Karena kami khawatir itu akan menghambat kinerja pegawai di lapangan. Kami minta rekrutmen PTT diperbaiki,” terang politisi Partai Demokrat itu.
Sejak 2008 hingga 2010, Dinkes Banten merekrut kurang lebih 200 orang PTT untuk ditempatkan di puskesmas. Honor PTT dibebankan kepada APBD Provinsi Banten. ”Namun, ada oknum yang memasang tarif bagi mereka yang hendak menjadi PTT. Nilainya di atas Rp 5 juta. Bahkan ada PTT yang ditempatkan di RSUD Malingping. Itu jelas menyalahi aturan kepegawaian,” terangnya.
Sumber itu juga mengatakan, honor PTT itu Rp 1.452.500. Sedangkan PTT untuk daerah terpencil ditambah insentif Rp 1,5 juta. ”Jadi ditambah honor tadi, kira-kira PTT mendapatkan Rp 2,9 juta sebulan,” cetusnya.
Dia menjelaskan, sejak 2010, Dinkes Banten memang tidak lagi merekrut PTT. Karena kewenangan penerimaan PTT diambil alih Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI yang honornya dibebankan kepada APBN. ”Kalau jumlah PTT pusat itu sekarang mencapai 400 orang. Dinkes Banten hanya sebatas mengusulkan,” ucapnya.
Aturannya, PTT itu dikontrak selama 3 tahun dan bisa diperpanjang dua kali. Jadi seluruhnya 9 tahun. Dia juga mengaku menyesalkan praktik pungutan bagi PTT itu. ”Itu yang selama ini tidak pernah terungkap. Saya bisa membuktikan banyak bidan atau perawat yang mengalami pungli. Tapi memang untuk pembuktiannya susah,” cetusnya lagi.
Dikonfirmasi INDOPOS, Sekretaris Dinkes Banten dr Drajat Ahmad Putra membantah adanya praktik pungutan bagi calon PTT serta penempatan PTT di rumah sakit. ”Siapa orang yang memasang tarif bagi calon PTT itu? Sebutkan saja namanya. Setahu saya tidak ada. Tidak mungkin PTT bidan ditempatkan di rumah sakit. Mungkin itu hanya isu,” ungkapnya. Dia memastikan, tidak ada PTT yang ditempatkan di rumah sakit.
”Kalau pindah itu ada prosedur administrasinya dari kepala dinkes kabupaten/kota. Proses rekrutmen PTT juga melalui test di setiap kabupaten/kota. Hasilnya dilaporkan ke Dinkes Banten untuk diteruskan ke pusat. Mengenai penempatan PTT di rumah sakit silahkan konfirmasi langsung ke direktur rumah sakitnya, biar jelas. Tapi saya pastikan tidak ada,” ucapnya juga.
Ketua Komisi V DPRD Banten Media Warman prihatin jika benar informasi itu valid. Selaku mitra kerja Dinkes Banten, Komisi V belum bisa bersikap sebelum ada keterangan resmi. ”Kalau ada yang tidak benar dan sesuai aturan, saya setuju untuk diproses hukum. Karena kami khawatir itu akan menghambat kinerja pegawai di lapangan. Kami minta rekrutmen PTT diperbaiki,” terang politisi Partai Demokrat itu.