Dilansir dari DetikFinance, di Jakarta. Kenaikan minyak harga minyak dunia saat ini membuat pemerintah harus mengambil tindakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jadi Rp 6.000 per liter. Atau bisa juga memotong gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS).
Hal ini seperti dikatakan Direktur Pengendalian Produksi BP Migas, Rudi Rubiandini. Menurutnya kenaikan harga minyak di sisi lain memberikan keuntungan di sektor hulu, namun pada dasarnya dengan produksi minyak yang saat ini terus turun Indonesia justru menanggung kerugian besar.
"Jadi kalau harga BBM seperti Premium dan Solar tetep Rp 4.500 per liter, dan tidak segera naik, salah satu dampaknya gaji PNS bisa jadi dipotong," kata Rudi.
Kenapa bisa? Dijelaskan Rudi, Lifting Minyak Indonesia saat ini sekitar 900 MBOPD atau 900.000 barel per hari (Bph). "Tetapi yang menjadi bagian negara hanya 600 MBOPD, sisanya dibagi-bagi untuk KKKS yang mengebor minyak," kata Rudi.
Sementara, Kebutuhan dalam negeri equivalen sebesar 1.300 MBOPD. Dengan harga BBM US$ 120 per BBI (sudah termasuk ICP (Indonesia Crude Price) US$ 105 dan LRT US$ 15) atau seharga Rp 6.800 per liternya.
"Maka penerimaan negara dari ICP US$ 105 tersebut sekitar Rp 207 triliun dan penerimaan dari SPBU mencapai Rp 340 triliun. Tetapi pengeluaran pengadaan BBM mencapai Rp 512 triliun," ungkapnya.
Sehingga, kata Rudi, pemerintah menerima tabungan dari Industri Migas Rp 35 triliun. "Ya walaupun ada yang membantah seharusnya penerimaan negara bisa Rp 98 triliun seperti kata Kwik Kian Gie , tapi anggaplah sama, nah Rp 35 triliun ataupun Rp 98 triliun itulah sumbangan sebenarnya industri minyak kepada APBN yang tahun ini besarnya Rp 1.400 triliun," ujar Rudi.
Namun sumbangan ke APBN dari Indsutri Minyak bisa jauh lebih besar bukan lagi Rp 35 triliun tetapi Rp 207 triliun. "Tapikan kalau itu ditadak dipakai subsidi BBM sebesar Rp 172 triliun. Tapi sayangnya subsidi tersebut sebagian besar diserap bukan oleh rakyat miskin," tuturnya.
Hal ini seperti dikatakan Direktur Pengendalian Produksi BP Migas, Rudi Rubiandini. Menurutnya kenaikan harga minyak di sisi lain memberikan keuntungan di sektor hulu, namun pada dasarnya dengan produksi minyak yang saat ini terus turun Indonesia justru menanggung kerugian besar.
"Jadi kalau harga BBM seperti Premium dan Solar tetep Rp 4.500 per liter, dan tidak segera naik, salah satu dampaknya gaji PNS bisa jadi dipotong," kata Rudi.
Kenapa bisa? Dijelaskan Rudi, Lifting Minyak Indonesia saat ini sekitar 900 MBOPD atau 900.000 barel per hari (Bph). "Tetapi yang menjadi bagian negara hanya 600 MBOPD, sisanya dibagi-bagi untuk KKKS yang mengebor minyak," kata Rudi.
Sementara, Kebutuhan dalam negeri equivalen sebesar 1.300 MBOPD. Dengan harga BBM US$ 120 per BBI (sudah termasuk ICP (Indonesia Crude Price) US$ 105 dan LRT US$ 15) atau seharga Rp 6.800 per liternya.
"Maka penerimaan negara dari ICP US$ 105 tersebut sekitar Rp 207 triliun dan penerimaan dari SPBU mencapai Rp 340 triliun. Tetapi pengeluaran pengadaan BBM mencapai Rp 512 triliun," ungkapnya.
Sehingga, kata Rudi, pemerintah menerima tabungan dari Industri Migas Rp 35 triliun. "Ya walaupun ada yang membantah seharusnya penerimaan negara bisa Rp 98 triliun seperti kata Kwik Kian Gie , tapi anggaplah sama, nah Rp 35 triliun ataupun Rp 98 triliun itulah sumbangan sebenarnya industri minyak kepada APBN yang tahun ini besarnya Rp 1.400 triliun," ujar Rudi.
Namun sumbangan ke APBN dari Indsutri Minyak bisa jauh lebih besar bukan lagi Rp 35 triliun tetapi Rp 207 triliun. "Tapikan kalau itu ditadak dipakai subsidi BBM sebesar Rp 172 triliun. Tapi sayangnya subsidi tersebut sebagian besar diserap bukan oleh rakyat miskin," tuturnya.