Dilansir dari FajarOnline, di Jakarta. Pengangkatan tenaga honorer kategori I (digaji APBN dan APBD) menjadi CPNS benar-benar penuh liku. Publikasi nama-nama yang menjadi salah satu syarat pemprosesan berkas pun hingga kini belum bisa dilakukan sebagian instansi, baik di pusat maupun daerah.
Penyebabnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) belum menyelesaikan tugasnya meneken dokumen tersebut. Padahal, teken dari BKN menjadi persyaratan agar nama-nama itu bisa dipublikasikan.
Kepala Biro Humas dan Protokol BKN Aris Windiyanto menuturkan, Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (SE Men PAN-RB) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Data Tenaga Honorer Kategori 1 dan Kategori 2 memang keluar pada 12 Maret lalu.
Dalam SE itu juga disebutkan tentang kewajiban memublikasikan nama-nama tenaga honorer yang telah ditandatangani wakil kepala BKN. Waktu publikasinya adalah 31 Maret besok hingga 14 hari ke depan. ’’Sampai saat ini, penandatanganan oleh Waka BKN belum rampung,’’ katanya kemarin.
Aris menjelaskan, ada sebagian dokumen honorer K1 daerah maupun pusat yang sudah diteken dan siap dipublikasikan. Namun, sebagian besar memang belum diteken.
Dia menolak pihaknya disebut lambat dalam menuntaskan amanat SE Men PAN-RB tersebut. Dia menegaskan, BKN memang butuh waktu lama untuk meneken dokumen honorer K1 semata-mata untuk menjaga keamanan. ’’Tidak ada niat untuk mengulur-ulur waktu,’’ tegasnya.
Menurut Aris, faktor keamanan tersebut penting karena sempat muncul dugaan adanya praktik jual beli kursi untuk tenaga honorer K1. Dia mengungkapkan, ketika SE Men PAN-RB itu diterbitkan, banyak laporan adanya oknum yang diduga mengubah nama-nama yang tertera di dokumen. Akhirnya, BKN butuh waktu lagi untuk memeriksa nama-nama tersebut.
Waktu yang dibutuhkan BKN semakin lama setelah mereka menemukan beberapa instansi yang mengajukan tenaga honorer K1 dengan jumlah hingga ratusan ribu orang. BKN optimistis pekan depan dokumen honorer K1 untuk seluruh instansi pusat dan daerah sudah rampung diteken.
Sempat muncul kabar bahwa ada upaya penjagaan yang cukup ketat dalam tahap pemeriksaan tersebut. Beberapa preman yang dilengkapi senjata golok dikabarkan berjaga-jaga di depan pintu tim pemeriksa dokumen honorer K1.
Namun, kabar itu disangkal Aris. ’’Memang betul ada permintaan supaya tempat pemeriksaan steril. Tapi, pengamanannya tidak sampai berlebihan,’’ kata dia. Penjagaan pemeriksaan diserahkan kepada aparat kepolisian.
Dia mengungkapkan, potensi kecurangan juga terjadi saat dokumen diberikan ke instansi bersangkutan melalui Kantor Regional (Kanreg) BKN. Dia menjelaskan, tidak menutup kemungkinan kepala instansi pusat atau daerah sengaja mengubah nama-nama honorer K1.
Namun, dia meyakinkan bahwa upaya itu bakal percuma. Sebab, dokumen publikasi yang dipampang di papan pengumuman atau diterbitkan di koran juga wajib dilaporkan ke BKN serta Kemen PAN-RB. ’’Jadi, kalau ada perbedaan nama, kami langsung tahu,’’ tegasnya.
Sebagai pihak yang mengeluarkan NIP (nomor induk pegawai), kata Aris, BKN tidak akan sulit mendeteksi potensi perubahan data honorer K1. Jika ada nama-nama yang tidak sesuai, BKN tidak akan menerbitkan NIP jika honorer tersebut diangkat menjadi PNS.
Sebagaimana diberitakan, dalam SE Men PAN-RB Nomor 3 Tahun 2012 dinyatakan, instansi pusat dan daerah diberi tenggat waktu untuk memublikasikan data honorer selambatnya 31 Maret. Masa publikasi harus 14 hari berturut-turut. BKN siap menanggung risiko karena keterlambatan itu.
Aris menyatakan, misi utama dalam publikasi tersebut ini adalah untuk transparansi dan uji publik. ’’Kita hargai ini. Jangan sampai kacau,’’ ujarnya.
Penyebabnya, Badan Kepegawaian Negara (BKN) belum menyelesaikan tugasnya meneken dokumen tersebut. Padahal, teken dari BKN menjadi persyaratan agar nama-nama itu bisa dipublikasikan.
Kepala Biro Humas dan Protokol BKN Aris Windiyanto menuturkan, Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (SE Men PAN-RB) Nomor 3 Tahun 2012 tentang Data Tenaga Honorer Kategori 1 dan Kategori 2 memang keluar pada 12 Maret lalu.
Dalam SE itu juga disebutkan tentang kewajiban memublikasikan nama-nama tenaga honorer yang telah ditandatangani wakil kepala BKN. Waktu publikasinya adalah 31 Maret besok hingga 14 hari ke depan. ’’Sampai saat ini, penandatanganan oleh Waka BKN belum rampung,’’ katanya kemarin.
Aris menjelaskan, ada sebagian dokumen honorer K1 daerah maupun pusat yang sudah diteken dan siap dipublikasikan. Namun, sebagian besar memang belum diteken.
Dia menolak pihaknya disebut lambat dalam menuntaskan amanat SE Men PAN-RB tersebut. Dia menegaskan, BKN memang butuh waktu lama untuk meneken dokumen honorer K1 semata-mata untuk menjaga keamanan. ’’Tidak ada niat untuk mengulur-ulur waktu,’’ tegasnya.
Menurut Aris, faktor keamanan tersebut penting karena sempat muncul dugaan adanya praktik jual beli kursi untuk tenaga honorer K1. Dia mengungkapkan, ketika SE Men PAN-RB itu diterbitkan, banyak laporan adanya oknum yang diduga mengubah nama-nama yang tertera di dokumen. Akhirnya, BKN butuh waktu lagi untuk memeriksa nama-nama tersebut.
Waktu yang dibutuhkan BKN semakin lama setelah mereka menemukan beberapa instansi yang mengajukan tenaga honorer K1 dengan jumlah hingga ratusan ribu orang. BKN optimistis pekan depan dokumen honorer K1 untuk seluruh instansi pusat dan daerah sudah rampung diteken.
Sempat muncul kabar bahwa ada upaya penjagaan yang cukup ketat dalam tahap pemeriksaan tersebut. Beberapa preman yang dilengkapi senjata golok dikabarkan berjaga-jaga di depan pintu tim pemeriksa dokumen honorer K1.
Namun, kabar itu disangkal Aris. ’’Memang betul ada permintaan supaya tempat pemeriksaan steril. Tapi, pengamanannya tidak sampai berlebihan,’’ kata dia. Penjagaan pemeriksaan diserahkan kepada aparat kepolisian.
Dia mengungkapkan, potensi kecurangan juga terjadi saat dokumen diberikan ke instansi bersangkutan melalui Kantor Regional (Kanreg) BKN. Dia menjelaskan, tidak menutup kemungkinan kepala instansi pusat atau daerah sengaja mengubah nama-nama honorer K1.
Namun, dia meyakinkan bahwa upaya itu bakal percuma. Sebab, dokumen publikasi yang dipampang di papan pengumuman atau diterbitkan di koran juga wajib dilaporkan ke BKN serta Kemen PAN-RB. ’’Jadi, kalau ada perbedaan nama, kami langsung tahu,’’ tegasnya.
Sebagai pihak yang mengeluarkan NIP (nomor induk pegawai), kata Aris, BKN tidak akan sulit mendeteksi potensi perubahan data honorer K1. Jika ada nama-nama yang tidak sesuai, BKN tidak akan menerbitkan NIP jika honorer tersebut diangkat menjadi PNS.
Sebagaimana diberitakan, dalam SE Men PAN-RB Nomor 3 Tahun 2012 dinyatakan, instansi pusat dan daerah diberi tenggat waktu untuk memublikasikan data honorer selambatnya 31 Maret. Masa publikasi harus 14 hari berturut-turut. BKN siap menanggung risiko karena keterlambatan itu.
Aris menyatakan, misi utama dalam publikasi tersebut ini adalah untuk transparansi dan uji publik. ’’Kita hargai ini. Jangan sampai kacau,’’ ujarnya.